21 Agustus 2017

mogok

Nyirih bersama Apek Cengkong

Setelah seharian istirahat dirumah apek (nenek) cengkong yang tak lain adalah ibu bapakku, tenagaku sudah pulih kembali. Hari ini aku berniat keliling desa, mengunjungi desa desa yang belum pernah ku kunjungi. Kebetulan pagi ini cukup cerah , secerah hatiku.
Di mulai dari desa Sengkruh (dibaca engkaŕuh oleh orang) lalu desa Taŕas, terus masuk kehulu melintasi desa Muun dan singgah di desa Angkanyar. Mengorek - ngoreng informasi unik, bersenda gurau dengan orang disana, dan terpenting mempelajari kisah petualangan bapakku. Dari desa - desa yang ku sebut diatas, 80% mereka kenal dengan bapakku. "Siapa yang tidak kenal dengan bapakmu itu, dulu kawanku main bola bapakmu itu" kata seorang bapak dari desa sengkruh. Sejauh itu kah bapakku main bola ?
"Bapakmu itu baik, setia kawan, suka melucu (melawak) tapi kalo ada yang ganggu tak pakai gap (ancam) langsung tinju, itu bapakmu", masih kata orang sengkruh yang mengaku kawan bapakku.

Lain lagi dari penuturan orang desa Angkanyar : " bapakmu itu baik, pekerja keras, tegas. Tak mau ganggu orang, tapi kalo diganggu langsung dihantam. Di kota (pontianak) tahun 65 aku dan bapakmu seperjuangan ".
Aku pun berkisah keadaan bapakku sekarang ini. Hampir 8tahun sudah bapakku lumpuh karna stroke. Banyak reaksi yang terjadi setelah kuceritakan kondisi bapakku. Ada yang sedih dengan tatapan mata yang kosong, menunduk , tak sedikit yang hatinya pilu sambil menitik kan air mata sekalipun mereka adalah pria jantan.

Hubungan persahabatan seperti apa sih yang bapakku jalin dengan mereka ini ? Sampai sampai begitu terkenalnya bapakku, begitu disayangnya bapakku. begitu emosionalnya mereka ketika mengetahui bapakku menderita stroke, menangis meratapi 'temannya' terkena stroke.
"Titip salam buat bapakmu", dengan suara parau dan mata sembab menitip salam untuk bapakku. hampir semua berpesan begitu. Sampai - sampai aku lupa entah berapa puluh orang menitip salam rindu.

Aku pun melanjutkan perjalanan kembali. Potong kompas sesuai arahan orang yang kujumpai didesa Angkanyar agar cepat sampai tujuan. Namun aku apes. Ketika menyebrangi sungai sari motorku mogok, Kelelep air sungai dari knalpot. Kudorong sekuat tenaga menuju tepian sungai. Diterjang arus dingin yang lumayan deras, terhuyung - huyung tubuh ini.
Sebenarnya sungai sari ini bisa dilewati motor karna dangkal airnya. Berhubungan air pasang dan aku tak tau, terjadilah kejadian yang diluar dugaan. Akhirnya sampai juga di tepi sungai. Kini tubuhku basah kuyup. Segera kubuka pakaianku dan kuperas, sambil memerika motor ku jemur pakaian ini. Tubuh ini cuma menyisakan kolor saat aku mulai memeriksa motorku yang tak sadarkan diri.


Motorku tak sadarkan diri
saat senja mulai kelabu


Sudah 2jam aku berkutat dengan sehelai kolor. Tak satupun orang yang melintas. Mungkin hanya aku orang bodoh yang lewat disini. Berbagai cara dan upaya sudah kucoba untuk memperbaiki motorku yang tak sadarkan diri.
Sudah jam 18.00, hari semakin petang, Aku mulai dirundung kepanikan. Tubuhku lemah karna lapar dan haus. Ah sapa suruh tadi di desa Angkanyar aku menolak tawaran makan dengan alasan 'masih kenyang'.

Kini hari benar - benar gelap, angin bertiup kencang, awan mendung menyebar diangkasa, halilintar bersahut sahutan. Sedangkan aku tak bergeming dari sore tadi. Minta tolong sama siapa ? Aku berada di alam bebas. Kembali lagi ke desa Engkanyar mustahil. Aku tak sanggup mendorong motor turun-naik belasan bukit disaat perut lapar begini.
Aku mulai putus asa, rasanya mau nangis. Tapi tak perlulah , toh alam sudah mewakili perasaanku. Hujan pun turun, alam sekali lagi menangisi bumi. Alam Benar - benar mewakili perasaanku.

Bersambung ......

0 komentar

Posting Komentar