20 Agustus 2017

melayat ke rumah duka etnis thiong hua

Perjalanan kali ini sungguh melelahkan. Hari senin perjalanan ala gembel kembali berlanjut. Setelah baru sampai dan menempuh 200san km aku di telpon keluarga dari istriku bahwa ayah dari suami kakak iparku meninggal dunia.
Kakak iparku menikah dengan seorang thiong hua klan tio ciu di kota pinyuh.
Baru saja sampai di tujuan aku harus kembali lagi berbalik arah menuju Pinyuh.
Karna sudah malam, besok saja aku melayatnya. Apalagi pemakaman akan dilaksanakan pada hari sabtu. Jadi aku bisa istirahat malam ini dan esok akan berbalik arah menuju Pinyuh.

Tradisi etnis thiong hua, jika orang tua yang sudah lanjut umurnya dan meninggal wajar maka proses pemakamannya bisa memakan waktu 3 - 4 hari, bahkan ada yang sampai seminggu. Lebih lama lebih baik. Agar umur panjang jenazah selama hidupnya bisa menyangkit pada keluarga bahkan kerabat yang melayat. Selain itu, karna faktor menunggu keluarga yang ada diluar negri datang melayat.
Namun, jika yang meninggal adalah bocah maka pemakaman akan dilakukan secepatnya. Biar tak terjangkit umur pendek.

Umur ayahnya suami kakak iparku ini sudah 86tahun. Tepat jam 12.10 siang beliau menghembuskan nafas terakhir. Disaat yang bersamaan mungkin aku sedang memacu sepeda motorku menuju kabupaten landak - kalbar.

Keesokan harinya, hari selasa aku berbalik arah menuju Pinyuh. Melayat dan memberi penghormatan terakhir kepada bapak yang semasa hidupnya ramah dan baik hati.

Jenazah tidak berada dirumah, melainkan berada di rumah duka / yayasan. Setelah tiba di Pinyuh, segera aku menuju yayasan, tempat berkumpulnya para pelayat. Pelayatnya pun di dominasi orang Thiong hua.

Aku tak bisa melihat jenazah untuk terakhir kalinya. Peti sudah ditutup rapat - rapat, tak boleh dibuka lagi, salah satu tradisi Thiong hua klan Tio cu saat proses pemakaman yang memakan waktu berhari - hari. Sehari setelah kematian, jenazah di mandikan dan dipasangkan pakaian bagus atau pakaian kesukaannya. Didoakan dan petinya di tutup. Tentu sebelum peti di tutup rapat - rapat jenazah terlebih dahulu disuntik cairan formalin agar awet.
Aku hanya bisa mengenang kebaikannya didepan foto almarhum.

Selain foto ukuran 8R almarhum yang terbingkai rapi dimeja altar, ada juga hio  - kaleng yang berisi beras tempat menancapkan stanggi, setumpung buah di nampan, semangkok nasi lengkap dengan sumpit dan semangkok sayuran pula, cawan almunium, secangkir teh dan kopi serta 2 batang lilin berwarna merah yang mulai meleleh.



Pelayat pun ramai berdatangan. Mengambil
Stanggi dan dinyalakan. Setelah itu mengambil posisi tepat berada di depan foto almarhum. Sambil berdiri dan membungkukkan pundak, mengayunkan stanggi keatas dan kebawah 3 kali lalu dengan posisi jongkok bersujud, kembali mengayunkan stanggi ke atas dan kebawah lalu stanggi ditancapkan ke hio ( kaleng kecil yang sudah berisi beras).

Ada pula yang membakar Jinzhi , uang arwah untuk bekal roh almarhum di dunia akhirat.

Ruangan penuh dengan asap. Bau harum dupa menyeruak di yayasan ini. Asapnya mengepul dan membumbung ke angkasa.
Mengiringi arwah menuju akhirat

Sekarang yayasan ini terasa sempit dipenuhi pelayat. Ada yang membakar Jinzhi - uang arwah,  ada yang mengobrol sesama pelayat sambil minum kopi dan makan kacang kulit. Bicaranya cepat. Kalau pun bicaranya lambat, aku pun tak paham karna mereka ngobrol dengan bahasa cina tio ciu.
Kerjaku hanya melihat , cengengesan dan mengunyah kacang kulit 2 kelinci tiada henti. Kebetulan aku belum makan siang, sedangkan sekarang sudah jam 19.00.

Sudah 3gelas kopi dan setumpuk kacang kulit bersarang diperutku. Kini saatnya aku melanjutkan perjalanan. Tiba - tiba mataku sangkut pada setumpuk benang wol berwarna merah yang diletak kan di mangkok.

Benang merah ini biasanya diambil/diberikan kepada pelayat sebelum pulang. seutas benang merah ini diyakini sebagai pembawa keberuntungan, tidak sial sepulang dari melayat, serta untuk keselamatan dan mendatangkan hoki.


setumpuk benang merah dimeja

Aku pun pamit pulang. Jam 20.30 aku kembali ke Pontianak dan ke esokan harinya akan kembali lagi menempuh 200km menuju Desa Sekamu kec 
Kuala Behe - kab. Landak Kalbar.
Semoga perjalanan ini lancar

Bersambung ......

2 komentar:

  1. Jadi ingat wkt d kampung... Dulu kcl suka curi buah nya 😂😂😂.

    BalasHapus