22 Agustus 2017

Nginap di desa Bakoi

Selalu ada cara yang heran ketika kita gigih memperjuangkan tekad. Apalagi selalu berserah kepada Tuhan, selalu ada jalan keluarnya.

Setelah berjuang susah payah dan dibantu orang desa kedama yang baik hati , motor yang mogok kini nyala kembali. Tekadku sudah bulat, ingin secepatnya sampai di desa Sekamu.

Menunggangi motor dimalam hari sehabis hujan reda bukan perjalanan yang gampang. Tanah kuning menjadi sangat licin. Entah sudah berapa kali ban motorku tergelincir. Mungkin perjalanan ini lebih cepat jalan kaki daripada pakai motor. Apalagi saat mendaki bukit, motorku pelan merayap keatas bukit sedangkan suara mesin motorku meraung - raung menantang gemuruh petir dilangit sana. Kapan akan sampai kalau begini !

Kurang lebih 1jam barulah aku tiba di sebuah desa. Desa Bakoi namanya, masih masuk kec. Kuala Behe. Aku disambut dengan hangat dan ramah oleh penduduk desa. Aku singgah dan memperkenalkan diri. Bercerita asal usulku sampai dengan kemalanganku tadi sore.
Mereka iba dan meminta maaf karna jalanan desa yang jelek. Aku heran, kenapa mereka yang minta maaf, apa salah mereka kepadaku ?

Hujan kembali menohok bumi. "Mana bisa kamu melanjutkan perjalan hujan begini,  jalan licin dan bukit disana tinggi-tinggi lagi" kata seorang kakek berwajah keras. Pasti semasa mudanya dia pekerja keras.
Aku pun ditawari menginap oleh warga Bakoi. Adalah Nangah Anton yang terus memaksaku menginap dirumahnya. Nangah dalam bahasa dayak belangin adalah paman. Dengan kemampuanku berbahasa belangin, aku dengan mudah berkomunikasi dengan penduduk sini.
Di desa Bakoi tidak ada listrik PLN. Tapi dirumah Nangah Anton dinaungi lampu neon dan TV yang sedang memutar vcd film lawas. Sumbernya dari tenaga genset. Banyak penduduk yang menonton disini. Ruangan hampir penuh dipenuhi bocah,bapak - bapak dan ibu - ibu sampai kakek nenek. Seperti menonton bioskop saja. Sayang handphone ku lobet untuk memotret momen malam itu.

Tak berapa lama, aku dijamu makan malam. Sebenarnya nangah Anton sekeluarga sudah makan, namun mereka tau aku belum makan, jadi nangah Anton menemaniku makan. Aku yang sudah lapar tanpa malu malu melahap makanan yang disajikan. Sayurnya telur dadar berkuah dan pekasam ikan, dimakan dengan nasi hangat saat dingin begini sungguh enak rasanya.

Setelah makan kami kembali keruang tamu. Sambil menonton tv kami berbincang - bincang. malam semakin larut, tubuhku lelah mataku sayu karna mengantuk, apalagi sudah kenyang begini. Merasa 'tamunya' sudah mengantuk, dengan sigap nangah Anton mematikan genset. Lampu neon kedap kedip seirama dengan suara genset yang terbatuk - batuk. Tv pun dimatikan. Orang yang nonton pun berhamburan pulang, mungkin mereka sudah tau pertunjukkan malam ini sudah usai. Tak lama kemudian lampu neon itu pun padam seiring dengan suara genset yang lenyap.



Tilam kabu - kabu digelar diruang tamu, aku tidur ditemani Nangah Anton di ruang tamu. Rasanya nyaman sekali tubuh ini ketika direbahkan ke kasur. Sempat ngobrol dulu sebelum tidur. Entah apa yang diceritakan nangah Anton, aku sudah tak sadarkan diri. Masuk kedunia alam sadar, mimpi sedang berasa ada dirumah sendiri.

Mimpi indah itu buyar karna terbangun dini hari akibat raungan babi disamping rumah. Biasanya tugas ayam jantan yang membangunkan tidur, di desa bakoi ini ayam kalah cepat dengan babi.

Bersambung ......

0 komentar

Posting Komentar